Dublin Core
Title
Pepur Uta (kekeit; jaw harp) - Aldeia Pajahara
Subject
Miguel da Costa koalia konaba no toka pepur.
Miguel da Costa talks about and plays the pepur
Miguel da Costa talks about and plays the pepur
Description
TETUM
Pepur (kekeit ho lian Tetum) mak arpa ibun ka kekeit ne'ebé halo husi au mihis ho naruk entre 10 cm no 14 cm. Tokadór kaer instrumentu ho liman ida no tau ba ninia ibun. Hafoin nia huu pepur no uza ninia ibun rasik atu halo lian tun-sae (ho Ingles dehan resonator), no nia liman seluk dudu tali ida hodi halo lian.
Pepur iha lian ki'ik no neineik. Ba Miguel da Costa iha aldeia Paijahara, sub-distritu Lautem/Moro, múzika pepur deskreve eventu istóriku ka ai-knanoik, bainhira mota boot sai no estraga povu lokál, nomos bainhira xefe sira uluk halo problems iha komunidade laran no "halo sira-nia komunidade sai fraku". Nia dehan ninia avó mane mak hanorin nia toka.
ENGLISH
Pepur (arpa ibun or kekeit in Tetum) is a jaw-harp made of 10 cm to 14 cm of very thinly cut bamboo. To play pepur, one end is held against the performer's mouth and blown using the mouth as a resonator, the other hand pulls at a piece of string to create a note.
Pepur makes a thin, soft sound. For Miguel da Costa in aldeia Paijahara, sub-district Lautem/Moro, pepur songs describe a historical or mythical event, where a big river rose to destroy local people, and where former rulers or village chief's that caused in-fighting amongst villagers, 'causing their community to become weak'. He reported being taught by his grandfather.
BAHASA INDONESIA
Pepur (kekeit dalam bahasa Tetum) adalah kecapi mulut yang terbuat dari bambu yang dipotong tipis dengan panjang 10 cm hingga 14 cm. Untuk memainkan pepur, salah satu ujung diletakan di mulut dan ditiup menggunakan mulut sbeagai resonator, tangan lainnya menarik seutas tali untuk membuat nada.
Pepur membuat suara yang tipis dan lembut. Maria da Conceica, pembuat dan pemain pepur di Desa Nanafoe, sub-distrik Lospalos, mengatakan bahwa lagu-lagu pepur adalah “kritik kuasa penguasa”. Bagi Miguel da Costa di Desa Paijahara, sub-distrik Lautem/Moro, lagu-lagu pepur menggambarkan peristiwa sejarah atau kejadian mitos, mengenai sungai besar yang meluap dan menghancurkan penduduk lokal, atau kepala desa yang menyebabkan pertengkaran antar-penduduk, ‘menyebakan komunitas mereka menjadi lemah’. Responden diajarkan untuk bermain oleh kerabat laki-laki mereka, salah satu dari mereka mengaku diajari oleh kakeknya.
Pepur (kekeit ho lian Tetum) mak arpa ibun ka kekeit ne'ebé halo husi au mihis ho naruk entre 10 cm no 14 cm. Tokadór kaer instrumentu ho liman ida no tau ba ninia ibun. Hafoin nia huu pepur no uza ninia ibun rasik atu halo lian tun-sae (ho Ingles dehan resonator), no nia liman seluk dudu tali ida hodi halo lian.
Pepur iha lian ki'ik no neineik. Ba Miguel da Costa iha aldeia Paijahara, sub-distritu Lautem/Moro, múzika pepur deskreve eventu istóriku ka ai-knanoik, bainhira mota boot sai no estraga povu lokál, nomos bainhira xefe sira uluk halo problems iha komunidade laran no "halo sira-nia komunidade sai fraku". Nia dehan ninia avó mane mak hanorin nia toka.
ENGLISH
Pepur (arpa ibun or kekeit in Tetum) is a jaw-harp made of 10 cm to 14 cm of very thinly cut bamboo. To play pepur, one end is held against the performer's mouth and blown using the mouth as a resonator, the other hand pulls at a piece of string to create a note.
Pepur makes a thin, soft sound. For Miguel da Costa in aldeia Paijahara, sub-district Lautem/Moro, pepur songs describe a historical or mythical event, where a big river rose to destroy local people, and where former rulers or village chief's that caused in-fighting amongst villagers, 'causing their community to become weak'. He reported being taught by his grandfather.
BAHASA INDONESIA
Pepur (kekeit dalam bahasa Tetum) adalah kecapi mulut yang terbuat dari bambu yang dipotong tipis dengan panjang 10 cm hingga 14 cm. Untuk memainkan pepur, salah satu ujung diletakan di mulut dan ditiup menggunakan mulut sbeagai resonator, tangan lainnya menarik seutas tali untuk membuat nada.
Pepur membuat suara yang tipis dan lembut. Maria da Conceica, pembuat dan pemain pepur di Desa Nanafoe, sub-distrik Lospalos, mengatakan bahwa lagu-lagu pepur adalah “kritik kuasa penguasa”. Bagi Miguel da Costa di Desa Paijahara, sub-distrik Lautem/Moro, lagu-lagu pepur menggambarkan peristiwa sejarah atau kejadian mitos, mengenai sungai besar yang meluap dan menghancurkan penduduk lokal, atau kepala desa yang menyebabkan pertengkaran antar-penduduk, ‘menyebakan komunitas mereka menjadi lemah’. Responden diajarkan untuk bermain oleh kerabat laki-laki mereka, salah satu dari mereka mengaku diajari oleh kakeknya.
Creator
Many Hands International
Source
Preservation of Endangered Forms of Intangible Fataluku Cultural Expression Project
Date
Recorded 15.04.2013
Rights
Video, photo and text rights: Many Hands International
Language
Fataluku
Coverage
Aldeia Pajahara, Suco Maina II